Zonaperistiwa Sidoarjo – Insiden pelarangan peliputan terhadap sejumlah wartawan saat meliput tragedi di Pondok Pesantren Al Khoziny, Sidoarjo, menuai kecaman keras dari kalangan jurnalis di Surabaya. Peristiwa itu diduga dilakukan oleh oknum organisasi masyarakat (ormas) yang menghadang dan melarang awak media mengambil gambar maupun melakukan wawancara di lokasi kejadian.
Sejumlah wartawan yang hadir di lokasi menuturkan, mereka mendapat intimidasi verbal dan dipaksa menghentikan aktivitas jurnalistiknya. Padahal, menurut Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, wartawan memiliki hak untuk melakukan peliputan dan mencari informasi sebagai bagian dari kerja-kerja jurnalistik.
“Pelarangan dan intimidasi terhadap jurnalis ini jelas menciderai kebebasan pers. Tindakan oknum ormas tersebut tidak bisa dibenarkan,” tegas Kiki Kurniawan Ketua aliansi wartawan Surabaya, dalam keterangannya, Kamis (2/10).
Itu sudah mencederai UU no 40 Tahun 1999 tentang pers
Pasal 3: Fungsi pers: sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, kontrol sosial, dan lembaga ekonomi.
Pasal 4: Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara; pers bebas dari sensor dan pembredelan; masyarakat berhak memperoleh informasi.
Ia menambahkan, pers memiliki fungsi kontrol sosial sekaligus menyampaikan informasi faktual kepada publik. Karena itu, segala bentuk penghalangan terhadap tugas jurnalistik dapat dikategorikan sebagai tindakan melawan hukum.
Kecaman juga datang dari berbagai organisasi wartawan di Jawa Timur yang menilai peristiwa ini merupakan bentuk kemunduran demokrasi. Mereka mendesak aparat kepolisian segera bertindak tegas dan memberikan jaminan perlindungan kepada jurnalis yang sedang bertugas di lapangan.
“Kami meminta kepolisian untuk mengusut dan menindak tegas oknum-oknum yang menghalang-halangi kerja wartawan. Kebebasan pers adalah amanat reformasi yang harus dijaga bersama,” ujar salah seorang perwakilan komunitas wartawan Surabaya.
Tragedi di Pondok Pesantren Al Khoziny sendiri menjadi perhatian publik dan membutuhkan pemberitaan yang transparan. Namun, dengan adanya upaya pelarangan liputan, masyarakat justru kehilangan haknya untuk mendapatkan informasi yang benar dan akurat.
Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa profesi wartawan harus mendapatkan perlindungan hukum, serta semua pihak perlu menghormati peran pers sebagai pilar demokrasi.(red)
Editor : Redaksi zonaperistiwa