Zonaperistiwa Surabaya – Aksi unjuk rasa Solidaritas Pemuda-Mahasiswa Merah Putih (SPM-MP) Jawa Timur di Surabaya mendapat penghadangan dari sekelompok orang yang diduga merupakan pendukung Wali Kota Surabaya. Insiden ini menuai kritik keras dari sejumlah pihak yang menilai tindakan tersebut menciderai nilai demokrasi.
Ketua Lembaga Pengamat dan Analisis Strategis (LPAS), Kang Iwan, menegaskan bahwa aksi mahasiswa dilindungi undang-undang dan tidak sepatutnya dihalangi.
“Aksi adik-adik mahasiswa ini dilindungi undang-undang, mereka punya data yang wajib diklarifikasi. Jangan malah dihadang, tindakan seperti itu justru bisa menyulut kemarahan rakyat,” ujarnya, Minggu (21/9/2025).
Menurutnya, penghadangan aksi hanya akan merusak iklim demokrasi.
“Tindakan konyol semacam itu sangat merusak panggung demokrasi. Kita butuh transparansi dan keterbukaan dalam penggunaan anggaran. Rakyat sudah pandai semua sekarang,” pungkasnya.
SPM-MP Sebut Surabaya Darurat Korupsi
Sebelumnya, SPM-MP Jatim menilai tata kelola keuangan Pemkot Surabaya sarat penyimpangan. Koordinator aksi, A. Sholeh, menyebut kondisi Surabaya masuk kategori darurat korupsi.
“Wali Kota telah gagal menjaga integritas tata kelola anggaran. Audit menyeluruh APBD Surabaya adalah harga mati untuk membongkar dugaan praktik korupsi,” tegas Sholeh.
Belanja Janggal dan Utang Membengkak
Dalam aksinya, mahasiswa menyoroti sejumlah pos belanja dalam APBD 2025 yang dinilai janggal, di antaranya:
Sewa Peralatan dan Mesin Rp25,63 miliar
Sewa Panggung, Tenda, LED Multimedia Rp10,85 miliar
Sewa Mebel Rp4,86 miliar
Sewa Elektronik Rp2,95 miliar
Sewa 3.000 unit kipas angin Rp1,3 miliar (Rp433 ribu per unit)
Selain itu, beban utang Pemkot juga menjadi sorotan. Dalam APBD Perubahan 2025, utang tercatat Rp513,86 miliar dengan bunga 13,7%, hampir dua kali lipat dari pinjaman BUMN SMI yang berkisar 6,5–7%. Bahkan, pada 2026 Pemkot disebut berencana menambah utang Rp2,9 triliun.
Rekomendasi BPK Terabaikan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI juga mencatat adanya 22 temuan penyimpangan pada tahun 2023 senilai Rp3,7 miliar. Hingga kini, rekomendasi senilai Rp11,93 miliar masih belum ditindaklanjuti Pemkot.
“Pembiaran terhadap rekomendasi BPK adalah bentuk kelalaian sekaligus pembiaran praktik penyimpangan,” kata Sholeh
Tiga Tuntutan Mahasiswa
Atas dasar itu, SPM-MP menegaskan tiga tuntutan utama:
1. Memeriksa dan mengadili Wali Kota Surabaya terkait dugaan penyalahgunaan wewenang.
2. Melakukan audit menyeluruh APBD Surabaya.
3. Menindak tegas penyimpangan anggaran.
Kami tidak akan diam ketika uang rakyat dijadikan bancakan. Surabaya bukan milik segelintir elit, Surabaya adalah milik rakyat. Kami akan tetap berdaulat sampai Wali Kota turun,” pungkas Sholeh.
Editor : Redaksi zonaperistiwa