zonaperistiwa.com skyscraper
zonaperistiwa.com skyscraper

Muhammad Ali Lawan PT Conblock: Ujian Integritas Penegak Hukum

avatar zonaperistiwa.com

Zonaperistiwa Surabaya – Konflik hukum yang kompleks dan panjang tengah membelit Muhammad Ali dan Fransiska dalam perseteruan melawan keluarga Direktur PT Conblock Indonesia. Kuasa hukum Muhammad Ali, Andidarti, S.H., dalam pernyataannya kepada awak media, menegaskan bahwa sidang hari ini belum memasuki pokok perkara, melainkan sebatas agenda untuk penjadwalan sidang lanjutan.

“Agenda hari ini masih sebatas pengaturan jadwal sidang lanjutan. Selanjutnya kami akan menyampaikan perkembangan lain terkait sejumlah perkara yang sedang berjalan,” ujar Andidarti. Kamis 12 Juni 2025

Perkara yang melibatkan Muhammad Ali terbagi ke dalam dua jalur hukum utama: perdata dan pidana. Dari sisi perdata, Ali menggugat atas dasar kepemilikan senjata api yang sebelumnya dijadikan dasar pelaporan terhadap dirinya di Polrestabes Surabaya atas tuduhan penipuan dan penggelapan. Ali, melalui kuasa hukumnya, membantah keras tudingan tersebut dengan menyodorkan bukti kepemilikan resmi senjata api lengkap dengan dokumen perizinannya untuk keperluan bela diri.

“Klien kami tidak pernah menipu atau menggelapkan senjata api. Kepemilikannya sah secara hukum,” tambahnya.

Sementara itu, secara pidana, Muhammad Ali juga bertindak sebagai pelapor terhadap Direktur PT Conblock Indonesia, Justini Hudaya, atas dugaan pencemaran nama baik dan fitnah. Sayangnya, menurut Andidarti, Justini telah dua kali mangkir dari panggilan Polrestabes Sidoarjo, yang dinilai sebagai bentuk ketidakpatuhan terhadap proses hukum di Indonesia.

“Ini negara hukum. Siapapun, tanpa pandang bulu, wajib tunduk pada hukum. Presiden saja bisa hadir jika dipanggil, mengapa Direktur PT Conblock seolah kebal?” tegasnya.

Andidarti menyayangkan sikap Justini yang dinilai memperlakukan hukum seperti komoditas yang bisa diperjualbelikan. Lebih lanjut, perkara hukum lain juga mengemuka di Polda Metro Jaya yang melibatkan adik kandung Justini, Haryanti Hudaya.

Haryanti, bersama suaminya Subandi, diduga menipu Fransiska sebesar Rp2,8 miliar. Meski telah ditetapkan sebagai tersangka selama lima tahun, hingga kini Haryanti belum pernah diperiksa sebagai tersangka.

“Ini sangat aneh. Kok lima tahun tersangka belum juga diperiksa? Apa kerja penyidik selama ini?” tutur Andidarti dengan nada heran.

Andarti mengucapkan Alhamdulillah walaupun perkara kita gugatan yang 2,8 Milyar yang kita ajukan di Surabaya kalah, dan di tingkat PN kita kalah justru ditingkat banding di Makam Agung kita menang.

Di kasus PT Conblock kecurigaan muncul lantaran penyidik dalam kasus ini kerap mondar-mandir ke Surabaya tanpa kejelasan. Bahkan muncul dugaan adanya upaya manipulasi dengan memanfaatkan dua dokter—yakni dari RSUD Surabaya dan National Hospital—yang menyatakan Haryanti mengalami gangguan jiwa berat. Pernyataan tersebut dinilai sarat kepentingan dan manipulatif.

“Kami menduga kuat adanya rekayasa medis. Dokter pribadi tidak bisa asal menyatakan seseorang gila tanpa permintaan resmi dari institusi kepolisian,” lanjut Andidarti.

Ironisnya, dalam proses mediasi sebelumnya, pihak keluarga PT Conblock meminta agar semua berita yang telah dipublikasikan oleh media dihapus. Bahkan, mereka meminta Muhammad Ali dan anak-anaknya datang ke rumah untuk meminta maaf secara pribadi—sebuah permintaan yang dinilai melecehkan proses hukum yang tengah berjalan.

“Apa urusannya saya dengan berita media? Itu kerja wartawan, bukan urusan saya. Saya bukan pesuruh mereka,” tegas Muhammad Ali.

Lebih lanjut, terdapat pula dugaan bahwa pihak PT Conblock sempat menghadirkan oknum anggota militer saat mediasi, yang dinilai sebagai upaya intimidasi.

“Ada sekitar tujuh orang dari Angkatan Laut saat itu. Tujuannya hanya untuk menakut-nakuti kami. Ini pengadilan, bukan medan perang,” kata Ali.

Namun dari sisi gugatan perdata terkait uang Rp2,8 miliar, Fransiska sempat mengalami kekalahan di tingkat PN dan banding. Namun Mahkamah Agung akhirnya memenangkan gugatan dan memerintahkan Haryanti serta Subandi mengembalikan dana tersebut. Meskipun begitu, pihak tergugat belum menunjukkan itikad baik dan terus menghindari penyelesaian.

“Kami menghormati putusan pengadilan. Tapi kalau mereka tidak hadir, berarti mereka sendiri yang merugi,” tandas Andidarti.

Polemik yang menyeret banyak nama ini, termasuk dugaan suap kepada penyidik dan rekayasa laporan medis, kini menjadi perhatian serius pihak pelapor. Mereka berharap aparat penegak hukum bisa bekerja lebih profesional dan menegakkan hukum secara adil.

“Kami hanya ingin keadilan ditegakkan. Bukan untuk menang-menangan, tapi agar hukum benar-benar menjadi panglima,” pungkas Andi darti. (Red)

 

Editor : Redaksi zonaperistiwa