Bandesa Adat Pejeng Kawan dan MDA Kecamatan Tampaksiring Terancam Pidana

BALIZONAPERISTIWA.COM

Gianyar - Kucilkan krama (warga)-nya sendiri dengan sanksi adat "Kanorayang" atau "Kasepakang terhadap korban Dewa Putu Pica didampingi anak sulungnya Dewan Putu Martana sekeluarga, dipicu sengketa tanah dengan sepupunya di Banjar Dukuh Geria, Bandesa Adat Desa Adat Pejeng Kawan dan MDA Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Kamis (8/2/2024).

Pengucilan terhadap krama (warga)-nya dan yang sangat mengherankan lagi Bandesa Adat Desa Adat Pejeng Kawan dan MDA Kecamatan Tampaksiring menjatuhkan sanksi Adat terhadap Dewa Putu Pica sekeluarga, gegara dipicu sengketa tanah dengan sepupunya. Jelas jelas disini ada unsur kesepihakan yang tak boleh terjadi, apalagi di dalam institusi Adat.

Buah hasil dari keputusan sanksi adat tersebut mengakibatkan kerugian material maupun kerugian sosial di dalam bermasyarakat bagi korban kanorayang atau kesepakang Dewa Putu Pica didampingi anak sulungnya Dewa Putu Martana mewakli keluarga.

Menurut Ketua Tim Hukum Puskor Hindunesia Provinsi Bali Wayan Sumardika, selaku pendampingan hukum Dewa Putu Pica sekeluarga menyatakan bahwa secara formil tanah Desa Adat dikuasai institusi adat dan secara yuridis penguasaan fisik tanah tersebut dikuasai oleh dua orang seperti tercantum di dalam satu sertifikat tanah, dan tanah tersebut pajaknya dibayar oleh yang bersangkutan.

"Penguasaan formil ada di institusi Adat, namun secara yuridis penguasaan fisik tanah turun temurun ada pada Dewa Putu Pica dan sepupunya," ucap Wayan Sumardika.

Lebih lanjut, Wayan Sumardika jelaskan secara yuridis apabila ada perbuatan hukum yang terjadi baik itu menyewakan, mengontrakkan, maupun menjualkannya, harus melibatkan kedua pemilik fisik tanah tersebut, bila mana salah satunya melakukan perbuatan hukum tanpa sepengetahuan yang satunya, ini adalah cacat hukum karena sepihak.

"Apabila melakukan perbuatan hukum atas hak tanah yang dimiliki oleh dua orang atau dua nama dalam satu sertifikat hak milik (SHM), secara yuridis harus diketahui oleh kedua pihak, baik itu untuk disewakan, dikontrakan, maupun untuk di jual, kalau tidak demikian halnya, ini jelas jelas cacat hukum karena sepihak," ujarnya.

Lebih dalam lagi, Ketua Tim Hukum Puskor Hindunesia Provinsi Bali kepada media mengatakan bahwa, selaku penasehat/pendamping hukum terhadap Dewa Putu Pica sekeluarga atas pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Bendesa Adat Desa Adat Pejeng Kawan dan MDA Kecamatan Tampaksiring, kami akan berupaya untuk melakukan Somasi hukum kepada kedua institusi tersebut.

"Kami selaku penasehat/pendamping hukum terhadap Dewa Putu Pica sekeluarga untuk mengupayakan Somasi hukum kepada Bandesa Adat Desa Adat Pejeng Kawan dan MDA Kecamatan Tampaksiring, " tandas Wayan Sumardika.

Disamping itu, korban kanorayang atau kesepakang Dewa Putu Pica didampingi putra sulungnya Dewa Putu Martana, mewakili keluarga mengungkapkan perasaannya saat ini, dengan diberikan sanksi adat terhadap dirinya sekeluarga, ia sekeluarga merasakan tertekan dengan ancaman ancaman seperti akan membuldozerkan bangunan rumahnya dan lain lain. Perlu diketahui bahwa sanksi adat tersebut sudah bejalan satu tahun, bayangkan bagaimana ada warga (krama) yang gak boleh sembahyang di Pura Desa lagi?

"Kami sekeluarga merasa tertekan dalam kehidupan sehari hari akibat keputusan Desa Adat yang sepihak, dan bila tidak mematuhinya keputusan tersebut, rumahnya akan dibuldozer ratakan tanah, dan lagi kami sekeluarga tak boleh lagi sembahyang di Pura Desa. Sanksi adat ini sudah berjalan satu tahun, saya (Dewa Putu Pica sekeluarga, red) korban dari kanorayang atau kesepakang, berharap untuk dapat diselesaikan secara kemanusiaan, agar kami bisa lagi seperti sediakala sebelum ada putusan sanksi adat tersebut," tuturnya dalam penuh pengharapan, Dewa Putu Pica didampingi anak sulungnya Dewan Putu Martana.

Miris, sangat miris bila ada warga (krama) di dalam satu Desa yang dikucilkan gegara pemicunya adalah sengketa tanah dan itu juga sesama masih ada hubungan keluarga, dan yang sangat mengherankan lagi masih dalam satu sertifikat. Sungguh luar biasa memang, apabila hal tersebut terjadi dan tertutup sudah mata hati dikarenakan ada cuan disana. Semoga permasalahan dalam sengketa tanah tersebut dapat diselesaikan dengan baik. Perlu diketahui apabila segala bentuk sanksi adat berbentur dengan hukum positif, maka sanksi adat tersebut gugur secara hukum yang berlaku menurut undang undang.

(Tmr/Red)

Editor : zonaperistiwa