Zonaperistiwa Surabaya - Operasional penyelenggaraan haji Indonesia 1444 H/2023 M masih berlangsung dan kini mendekati fase akhir. Terhitung mulai Senin (10/7/2023), jamaah yang masuk dalam gelombang kedua digeser dari Makkah ke Madinah.
Di Kota Nabi ini, jamaah akan tinggal selama delapan hari dan menjalankan shalat arbain atau shalat wajib selama 40 waktu di Masjid Nabawi. Agenda lain para jamaah adalah menjalankan ibadah-ibadah sunnah hingga berziarah ke berbagai destinasi yang kental akan sejarah Islam.
Pergeseran jamaah secara bertahap ini juga sekaligus menandai bakal semakin berkurangnya jamaah haji Indonesia yang tinggal di Kota Suci Makkah. Tentu, efek pergeseran ini membuat Makkah dan Masjidil Haram yang menjadi episentrum ibadah menjadi tidak sepadat dibandingkan pekan-pekan sebelumnya.
Di sisi lain, bagi jamaah gelombang kedua yang akan bergeser ke Madinah, bayangan akan tinggal di kota yang begitu ramah, nyaman, dan nikmat untuk beribadah seolah kian di depan mata.
Bayangan akan penuh kenikmatan itu sepenuhnya tak berlebihan. Madinah memang kota yang penuh dengan kemudahan. Jarak antara pemondokan atau hotel jamaah dengan Masjid Nabawi sangatlah dekat.
Umumnya hanya berjarak 300-800 meter dari masjid saja. Kalaupun lebih ada yang jaraknya lebih jauh dari itu, misalnya, 1 km, tetap saja masih terasa nyaman. Ini membuat jamaah masih cukup memiliki persiapan untuk menuju masjid.
Tak perlu harus naik bus, taksi atau transportasi lain layaknya di Makkah. Jemaah hanya cukup keluar hotel dan jalan kaki. Dalam hitungan menit sudah bisa sampai ke dalam masjid. Bagi jamaah lanjut usia (lansia) atau yang beraktivitas terbatas seperti harus menggunakan kursi roda, dekatnya hotel dan masjid ini juga tentu menjadi kelegaan tersendiri.
Totalitas Layanan
Meski terasa lebih mudah dan nyaman, sejatinya jamaah tak perlu merisaukan saat berada di Tanah Suci. Sebab, baik selama di Makkah dan Madinah, jamaah tetap mendapatkan layanan yang tak henti. Ya, karena pemerintah Indonesia telah mengerahkan banyak petugas haji yang profesional untuk melayani para tamu-tamu Allah (dhuyufurrahman) ini di manapun dan kapanpun.
Lebih-lebih, kebijakan pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) yang memberikan perhatian besar terhadap para jemaah lansia lewat tema Haji Ramah Lansia tahun ini, membuat jamaah tak perlu dihadapkan pada rasa khawatir, takut atau ragu sedikit pun. Sejak dari Tanah Air, di embarkasi, bandara keberangkatan, di dalam pesawat saat penerbangan, di bandara kedatangan, hotel di Makkah, Madinah, Arafah, Muzdalifah, Mina dan hingga di debarkasi saat kembali ke Tanah Air, seluruhnya mendapat pelayanan tak terputus.
Saya menyaksikan sendiri begitu optimal dan besar manfaat dari kebijakan baru yang dicetuskan langsung Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas tersebut. Di asrama haji, misalnya, jamaah yang masuk dalam lansia mendapat layanan prioritas seperti ketika menjalani pemeriksaan dokumen, kesehatan, masuk kamar dan lain sebagainya. Demikian pula ketika akan naik pesawat, selalu ada petugas kloter yang siaga memantau dan mendampingi mereka.
Pengawalan secara dekat dan setulus hati bak orang tua sendiri ini jelas membuat jemaah terlihat lebih tenang sekaligus merasa sangat dihargai. Pelayanan tak henti juga terlihat saat jemaah tiba di Arab Saudi, baik yang masuk lewat Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz Madinah (gelombang 1) dan Bandara King Abdul Aziz Jeddah (gelombang kedua). Lagi-lagi di dua bandara, saya melihat dengan mata kepala sendiri begitu totalitasnya petugas melayani jemaah lansia. Di dua titik ini, kerap sekali jemaah dihadapkan pada kondisi lelah yang berat karena sebelumnya menjalani penerbangan panjang. Beberapa jamaah lansia pun menjadi kerepotan untuk berjalan, lebih-lebih harus menjalani berbagai pemeriksaan di bandara.(red)
Editor : Redaksi zonaperistiwa