Zonaperistiwa Surabaya- Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) masih menghadapi tantangan yang tak mudah. Apalagi ketika tahun depan PPN menjadi 12%. Lantas apa saja harapan pelaku UMKM terhadap DPR dan pemerintah?
Sebagaimana diketahui, hingga hari ini tantangan yang dihadapi pelaku UMKM tidaklah mudah. Selain persaingan yang kian ketat, pelaku UMKM juga berhadapan dengan masalah permodalan hingga pemasaran (marketing).
Tak hanya sampai di situ saja. Kebijakan PPN 12% yang akan berlaku tahun depan juga semakin menambah tantangan ini. Adapun aturan soal PPN 12% telah diatur dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) Nomor 7 Tahun 2021. Pemerintah pun diwajibkan untuk menjalankan amanat UU ini.
Namun, DPR sudah berkomitmen sejak lama untuk mendukung UMKM. Berbagai langkah konkret pun telah dilakukan. Salah satu langkah konkret yang dilakukan DPR adalah penyaluran bantuan langsung kepada UMKM. Selain itu, DPR juga aktif mendorong pemerintah untuk memastikan adanya bantuan permodalan, pembinaan, dan pemasaran bagi UMKM.
Terkait marketing, DPR mendorong pengembangan ekosistem digital untuk UMKM. Ternyata, tantangan segala langkah ini senafas dengan sejumlah kendala yang dirasakan oleh pelaku UMKM.
Pelaku UMKM bidang makanan, Keanu menceritakan pengalamannya saat menjalankan usaha. Keanu menjalankan usaha cemilan, seperti misalnya cookies dan nastar. Usaha ini sudah ia jalankan sejak 2020.
Keanu mengaku bahwa kendalanya selama ini ialah SDM dan strategi pemasaran (marketing). Sebab, memperkenalkan produknya kepada konsumen sangatlah sulit.
"Masalah itu di SDM dan marketingnya. Karena di satu UMKM udah banyak banget dan susah kita untuk ngenalin ke orang-orang," ujarnya saat dihubungi, Senin (23/12/2024).
Dia juga selama ini belum pernah mendapat bantuan terkait insentif UMKM. Namun, dia turut serta dalam bazar yang kerap diadakan oleh dinas terkait.
"Kalau misalkan bantuan yang langsung, seinget saya belum pernah dapat. Tapi kalau event bazar, itu ada," ujarnya.
Baginya, masalah bagi pelaku UMKM ialah marketing. Karena mengenalkan produk kepada masyarakat masih susah. Dia berharap DPR bisa mendorong dinas terkait untuk mmeberikan pelatihan seputar marketing.
"UMKM kan udah banyak yang keren-keren. Yang masih jadi permasalahan itu di bagian marketingnya itu. Produknya udah bagus, tapi karena marketnya belum bagus, orang-orang jadi belum tahu untuk beli produk tersebut. Bagus banget kalau bisa dibantu dari marketing," jelasnya.
"Saya belum dapat info pelatihan pemasaran dari dinas terkait," katanya.
Hal senada juga disampaikan oleh Fauzan. Fauzan merupakan orang yang mengelola agensi kreatif untuk membantu para pelaku UMKM. Dia membantu pelaku UMKM untuk membuat branding dan desain logo usaha yang baik. Menurutnya, masalah UMKM kebanyakan ada di sini.
"Banyak UMKM yang desainernya tidak memorable, tidak long lasting sehingga menyebabkan masalah baru," ujarnya.
Dia menyoroti masih kurangnya platform bagi para pelaku UMKM. Menurutnya, sosial media masih belum cukup.
"Kita merasa masih kekurangan platform untuk memperkenalkan UMKM ini. Walaupun sudah banyak sosial media. Tapi kami merasa masih kurang di sini," ungkapnya.
Dia berharap pemerintah bisa membuat UMKM lebih berkelanjutan. Salah satunya dengan mendorong event agar UMKM bisa memasarkan produknya.
"Salah satu yang kuharapkan dari pemerintah agar UMKM bisa lebih sustain, mungkin lebih diperbanyak lagi program event-event, agar lebih banyak lagi yang reach out UMKM. Itu tolong diperbanyak lagi. Karena banyak yang kekurangan platform," tuturnya.
UMKM Perlu Bantuan Pelatihan Marketing
Sementara itu, pengamat UMKM Siti Nurjanah memaparkan pandangannya terkait kendala yang kerap dialami UMKM. Beberapa di antaranya seperti masalah modal.
"Mereka literasi keuangannya kurang, sehingga mereka tidak bisa mengembalikan modal. Jadi berputar seperti itu. Dikasih akses permodalan pun masalahnya sama," kata Siti Nurjanah.
Dia juga menyinggung soal masalah perizinan. Selain itu, sertifikasi halal dan cek standar produk untuk ekspor pun perlu diperhatian.
"Kemudian masalah izin, dari izin dari RT, halal produk, atau masalah ketika produknya harus diekspor," katanya.
"Terus masalah produk standar. Misal untuk madu. Itu kan tergantung musim. Musim ini rasanya apa, itu kan beda. Tapi ketika diekspor, mereka tidak punya standar," lanjut Siti.
Dia berharap DPR bisa mendorong pemerintah untuk terus mengadakan pelatihan UMKM. Tentunya, lanjutnya, kebijakan ini bisa dilakukan secara terukur.
"Pemerintah juga harus bisa menentukan siapa sasaran pelatihan, dan tujuannya ini untuk apa. Ketika kebijakan ini dilaksanakan, ini harus terukur. Misal produk unggulan daerah yang mau ditonjolkan apa," katanya.
Dia mendorong agar regulasi hingga fasilitas permodalan bisa diatur dengan baik. Selain itu, pelatihan juga menjadi isu penting.
"Regulasi yang memihak, permodalan, perizinan dan fasilitas pinjaman. Terus terkait SDM itu juga, bisa pelatihan. Nah di situ pemerintah mengatur peran swasta, perguruan tinggi ngapain, dinas ngapain. Jadi mereka nggak tumpang tindih," katanya.
Kendala serupa juga dituturkan oleh Sekretaris Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah, Perdagangan, dan Tenaga Kerja Abdul Rahim. Abdul mulanya mengungkap bahwa daerahnya memiliki perda terkait program unggulan.
"Perda produk unggulan daerah. Atas perda tersebut kita melakukan penelitian, dengan Kalbis University. Ada 25 produk unggulan yang dari belitung timur. Salah satu kriterianya bahan baku," katanya.
Dari produk unggulan tersebut, dinas terkait membantu proses branding. Branding disesuaikan dengan indikasi geografis.
"Dari situ kita melakukan smart branding. Mengubahnya menjadi mengidentifikasi indikasi geografis," ungkapnya.
Dia juga bercerita bahwa pihaknya bekerja sama dengan BUMN untuk menekan biaya pengiriman. Sebab, lewat kolaborasi ini, UMKM bisa mendapat diskon.
"Kita mempromosikan produk tersebut ke beberapa daerah sampai ke luar negeri. Dan pada saat di 2021-2023, kita sempat mengirimkan madu trans Belitung Timur bekerja sama dengan PT Pos. Kita mendapatkan diskon," ujarnya.
Namun terkait kendala, ternyata yang menjadi keluhan pelaku UMKM juga senada. Yakni terkait pemasaran atau marketing. Apalagi bagi pelaku UMKM yang berada di pelosok.
"Kendalanya kalau di kami itu pemasaran, bahan baku dan modal. Kenapa pemasaran paling pertama? Karena kami di Pulau Belitung ini merupakan satu kepulauan dan dua kabupaten yang pasar lokalnya terbatas," katanya.(red)
Editor : Redaksi zonaperistiwa