zonaperistiwa.com skyscraper
zonaperistiwa.com skyscraper

Kisah Pilu Siswi SMPN 26 Surabaya, Trauma Sering Dibully Teman Sekelas

avatar zonaperistiwa.com

Zonaperistiwa SURABAYA || - Pihak Orang tua korban yang berinisial (EY) merupakan pengurus Majelis Pimpinan Cabang (MPC) Pemuda Pancasila Kota Surabaya, ia menyampaikan keluhan keras terkait dugaan perundungan yang dialami putrinya. 

Kasus bullying di SMP Negeri 26 Surabaya kembali mencuat seperti tahun lalu yang pernah terjadi sebelumnya, sehingga korban pindah ke sekolah swasta. Orang tua dari salah satu murid yang berinisial (EY) putrinya menjadi korban "BULLYING" Dari ketiga teman kerja kelompoknya.

Saya dan istri beserta istri datang ke sini untuk meluruskan dan mempertanyakan penyebab bullying terhadap anak saya, kami sebagai orang tua meminta untuk tanggungjawab kepada ketiga pelaku yang sudah menghina dan menghujat dengan kata-kata yang bukan layaknya pelajar ataupun anak yang berpendidikan," tegas (EY) di hadapan Kepala Sekolah dari SMP Negeri 26 Surabaya. 

Ayahanda korban (EY) juga akan melaporkan permasalahan ini ke Dinas Pendidikan Kota Surabaya, jika pihak sekolah dari SMPN 26 Surabaya tidak ada tindakan tegas yang bikin ketiga siswi tersebut kapok (jerah). 

Menanggapi hal ini, Kepala Sekolah SMPN 26 Surabaya, Alifah, S.Pd., menjelaskan bahwa pihak sekolah telah menjembatani pertemuan antara orang tua korban dengan pelaku beserta orang tuanya, "Kami sudah berupaya mempertemukan kedua belah pihak. Jika masih ada ketidakpuasan, kami persilahkan untuk melapor ke Polsek atau Polrestabes," ujar Alifah sebagai kepala sekolah. 

Kepala sekolah dari SMPN 26 Surabaya, menegaskan bahwa pihaknya selalu berusaha melakukan pencegahan melalui pengawasan dan penanaman nilai karakter kepada siswa-siswinya. "Kami melakukan monitoring dan pembinaan kepada siswa melalui upacara bendera, wali kelas, serta pengajaran oleh bapak ibu guru," Ucapnya.

Mengingat putrinya telah menjadi korban Bullying yang saat ini mengalami dampak psikologis yang serius, termasuk kehilangan nafsu makan, tidak berani untuk masuk ke sekolah dan sering berdiam diri sambil menangis.

"Saya takut anak saya semakin trauma sehingga sampai melakukan tindakan yang negatif, jika pelaku (Bullying) tetap tidak dihiraukan dan tidak ada tindakan tegas dari pihak sekolah," Tambah kedua Orang tua korban dengan rasa cemas. 

Padahal dalam Pasal 54 ayat (1) UU No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menyatakan, anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindakan kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga pendidik, sesama peserta didik dan atau pihak lain.

Sisi lain Menurut UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU 35/2014), para pelaku dan Pihak Sekolah terancam pidana Penjara.

Pada Pasal 76C UU 35/2014 Dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap Anak.

Bunyinya Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak.

Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 76C UU 35/2014 Sanksi Pidana penjara paling lama 3 Tahun 6 bulan dan/atau denda maksimal Rp 72.000.000 (tujuh puluh dua juta).

Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perundungan. Peraturan tersebut antara lain Pasal 170 ayat (1) dan (2) KUHP, Pasal 351 sampai Pasal 355 KUHP, Pasal 80 UU tentang Perlindungan Anak.

Kasus perundungan yang dialami oleh siswi SMPN di Surabaya tersebut adalah seorang anak berusia 8 tahun. Menurut Pasal 80 ayat (3) UU Perlindungan Anak, pelaku dapat diancam pidana penjara paling lama 15 tahun.

Kasus Bullying kini menjadi perhatian khusus publik di kota pahlawan Surabaya, terutama setelah maraknya kasus perundungan atau persekusi di sekolah lainnya yang juga viral. Orang tua korban (EY) berharap Walikota Surabaya dapat memberikan perhatian khusus untuk mencegah kasus yang serupa.(red)

Editor : Redaksi zonaperistiwa