zonaperistiwa.com skyscraper
zonaperistiwa.com skyscraper

Polemik Kasus Hasto Kristiyanto, Promeg’96 Jatim Minta KPK Dibubarkan

avatar zonaperistiwa.com

Zonaperistiwa SURABAYA - Polemik hukum kembali mencuat setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, sebagai tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi terkait upaya meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI periode 2019–2024.

Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa, Hasto diduga menitipkan dana sebesar Rp 400 juta kepada staf pribadinya, Saeful Bahri, pada Desember 2019. Uang itu disebut digunakan untuk menyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan guna meloloskan Harun Masiku melalui skema pergantian antar waktu (PAW). Dakwaan itu turut menyeret nama Donny Tri Istiqomah, seorang pengacara, dan Agustiani Tio Fredelia, mantan anggota Bawaslu.

Namun, fakta persidangan yang telah menjatuhkan vonis kepada Wahyu Setiawan dan sejumlah pihak lain tak pernah menyebut nama Hasto Kristiyanto. Hal inilah yang kemudian memicu reaksi keras dari Promeg’96 Jawa Timur.

Ketua Dewan Pimpinan Promeg’96 Jawa Timur, Agus Patminto, menyatakan bahwa penetapan Hasto sebagai tersangka sarat dengan aroma politisasi hukum. Ia menegaskan bahwa berdasarkan UU No. 19 Tahun 2019 tentang KPK, penanganan perkara oleh lembaga antirasuah itu harus memenuhi syarat kerugian negara minimal Rp 1 miliar dan melibatkan penyelenggara negara atau aparat hukum.

“Hasto bukan penyelenggara negara. Maka, kami pertanyakan dasar hukum KPK dalam menyeret beliau ke ranah pidana,” ungkapnya tegas.

Lebih lanjut, Agus menyoroti perubahan status KPK pascarevisi undang-undang yang menempatkan lembaga tersebut di bawah eksekutif. Apalagi, pada Oktober 2024 lalu, Presiden Joko Widodo mengangkat Setyo Budiyanto dari unsur Polri sebagai Ketua KPK. Hanya berselang dua bulan kemudian, Hasto langsung ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.

“Ini mencurigakan. Terlalu cepat, terlalu politis,” ujarnya.

Promeg’96 Jatim juga menyoroti ketimpangan perlakuan hukum terhadap sejumlah kasus korupsi lain. Mereka membandingkan dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap 41 anggota DPRD Malang dengan kerugian negara hanya Rp 12,5 juta, serta kasus Anwar Sadad yang belum ditahan meski kerugiannya disebut mencapai ratusan miliar.

Lebih ironis lagi, menurut mereka, kasus pemerasan yang menyeret nama mantan Ketua KPK Firli Bahuri terhadap eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo juga belum jelas kelanjutannya.

Melihat situasi yang dianggap semakin bias secara hukum dan sarat kepentingan, Promeg’96 Jawa Timur menyampaikan enam poin sikap tegas:

Pertama, mereka meminta Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membebaskan Hasto Kristiyanto dari seluruh dakwaan karena dinilai ada indikasi kuat kriminalisasi politik.

Kedua, KPK didesak untuk kembali ke khitah awal sebagai lembaga independen yang profesional dalam memberantas korupsi, bukan menjadi alat kekuasaan.

Ketiga hingga keenam, mereka menyuarakan pembubaran KPK karena lembaga ini dianggap tak lagi efektif, tumpang tindih dengan kewenangan Kejaksaan dan Kepolisian, serta tidak sebanding dengan anggaran besar dari APBN yang digunakan.

Kasus Hasto Kristiyanto membuka kembali diskusi serius publik tentang arah dan integritas penegakan hukum di Indonesia. Apakah KPK masih bisa dipercaya sebagai lembaga independen, atau justru telah menjadi alat kekuasaan politik? Pertanyaan ini akan terus bergulir hingga jawaban objektif dari proses persidangan benar-benar terungkap.(red)

Editor : Redaksi zonaperistiwa