Zonaperistiwa Surabaya – Video yang diunggah akun TikTok @spa_tidar menampilkan terapis perempuan berpakaian seksi. Konten itu memicu keresahan di kalangan anggota Komisi B DPRD Surabaya. Pemilik spa yang berlokasi di Surabaya Barat dipanggil untuk memberikan klarifikasi terkait perizinan usahanya.
Dalam rapat bersama Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata (Disbudporapar), terungkap bahwa usaha tersebut mengantongi izin rumah pijat tradisional, bukan spa. Padahal, aktivitas di tempat itu jauh dari praktik pijat biasa. “Kita terima laporan dari masyarakat terkait tempat di Jalan Tidar 129. Setelah ditelusuri, ternyata izinnya tidak sesuai,” kata Sekretaris Komisi B, M. Mahmud,di ruang komisi B DPRD Kota Surabaya,(07/4/2025)
Pemerintah Kota Surabaya tengah mengevaluasi sejumlah izin usaha spa yang diduga tidak memenuhi syarat perizinan dan melanggar norma budaya serta etika. Hal ini mencuat dalam rapat bersama salah satu pihak di Surabaya yang membahas maraknya usaha spa yang ditengarai berkedok kecantikan namun menjual jasa yang tidak sesuai peruntukannya.
Dinas terkait telah menampilkan sejumlah dokumentasi dari media sosial, yang menunjukkan layanan di tempat spa tersebut menyimpang dari ketentuan yang berlaku. "Kami lihat dari gambar-gambar dan video yang beredar, terlihat jelas ada pelanggaran. Ini bukan sekadar layanan kecantikan atau pijat biasa," ujar Sekretaris Komisi B, hadir dalam rapat.
Permasalahan ini juga mendapat perhatian dari Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) setempat. Mereka mendesak agar pemerintah tidak hanya menindak pelanggaran administratif, tetapi juga meninjau aspek moral dan demokrasi yang dilanggar oleh keberadaan usaha-usaha tersebut.
"Kami berharap ada tindakan tegas. Ini tidak bisa dibiarkan. Jangan sampai anak-anak atau masyarakat sekitar menjadi korban paparan konten tidak pantas," tegas perwakilan LPMK.
Komisi B Dewan kita Surabaya juga tengah menelusuri sejak kapan tempat-tempat ini mulai beroperasi dan bagaimana proses perizinannya. Ada indikasi bahwa beberapa tempat spa tersebut telah beroperasi cukup lama namun tidak pernah mendapat pengawasan ketat.
Sementara itu, pihak dinas mengakui bahwa masih ada kebingungan dalam membedakan definisi spa dan tempat pijat, sehingga dibutuhkan kejelasan dan regulasi yang lebih tegas. "Kami akan koordinasi lebih lanjut, dan bila perlu menggunakan pendekatan intelijen atau inspeksi mendadak secara tertutup," tambahnya.
Rapat tersebut menyimpulkan perlunya penertiban serta evaluasi mendalam, mengingat banyak tempat usaha yang menyalahgunakan izin dan berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan sekitar.
Disbudporapar pun berjanji segera meminta bantuan Satpol PP untuk melakukan penertiban.
Saat di Wawancara bersama rekan rekan media Pihak manajemen 29 Spa memberikan klarifikasi terkait operasional usaha mereka dan menegaskan komitmennya untuk mematuhi seluruh prosedur operasional standar (SOP) yang telah ditetapkan.
Dalam pernyataannya, pihak manajemen menyampaikan bahwa seluruh proses operasional, aturan, dan ketentuan layanan telah diinformasikan secara transparan kepada seluruh karyawan dan ditempelkan di area publik sebagai bentuk keterbukaan.
“Kami pastikan tidak ada aktivitas yang menyalahi aturan sebagaimana yang sempat disampaikan oleh beberapa pihak. Semua SOP telah disosialisasikan, dan kami mengelola tempat ini sesuai dengan substansi usaha yang kami jalankan,” ujar perwakilan manajemen.
Manajemen juga mengapresiasi berbagai masukan yang diberikan masyarakat, terutama terkait keberadaan usaha di media sosial dan penyesuaian pakaian operasional. Mereka menyatakan siap melakukan evaluasi serta revisi untuk memperbaiki aspek-aspek tersebut.
“Kami juga aktif menjalin hubungan dengan lingkungan sekitar, mulai dari RT, RW, kelurahan, kecamatan, bahkan pihak-pihak dari wilayah lain. Kami secara rutin mengadakan kegiatan bersama untuk menjaga sinergi,” tambahnya.
Terkait perizinan, pihak manajemen mengakui bahwa usaha spa yang dijalankan belum genap satu tahun beroperasi dan masih dalam tahap penyesuaian dengan regulasi yang berlaku. Berdasarkan hasil pendampingan dari pihak terkait, mereka mendapatkan arahan untuk kembali mengklasifikasikan usahanya sebagai rumah pijat, bukan spa.
"Sebagai bentuk kepatuhan, kami telah menyesuaikan tampilan dan nama usaha. Tulisan ‘spa’ sudah kami hilangkan dari papan nama maupun media promosi karena dianggap tidak memenuhi syarat sebagai usaha spa sepenuhnya," jelasnya.
Manajemen juga menyoroti perlunya kejelasan dan kelengkapan dalam proses perizinan. Mereka berharap pendampingan yang diberikan dapat diikuti dengan penjelasan teknis yang lengkap agar pelaku usaha tidak merasa dirugikan setelah berinvestasi dan membangun usaha.
“Kami berharap proses perizinan tidak hanya dipermudah di awal, tetapi juga disertai dengan bimbingan teknis yang jelas hingga tuntas,” tutupnya.(red)
Editor : Redaksi zonaperistiwa